Share |

PEREMPUAN YANG TAK PERNAH BISA KUMENGERTI

Perempuan itu tak bergeming dari lelapnya, bahkan ketika kubenahi selimutnya. Wajah yang begitu damai ditidurkan di dadaku. Nafasnya menghangati keseluruhanku. Sungguh, aku tak sanggup membangunkannya walau begitu banyak yang ingin kutanyakan.


"Kamu tak sungguh-sungguh mencintaiku. Kamu hanya kasihan padaku," ujar perempuan itu.

Aku tertegun. Sangat terkejut mendengar pernyataan yang cenderung menuduh itu.

"Tidak lebih," sakali lagi ia menandaskan sebelum sempat aku menjawabnya. "Kamu hanya kasihan padaku, tidak lebih." Aku masih saja terkejut, meski ini pernyataannya yang ketiga. Aku tetap diam. Tak hendak menjawab. Aku begitu bingung dengan pernyataannya. Namun tiba-tiba aku berpikir benarkah demikian?


Ketika pertama kali berkenalan, aku hanya berpikir bahwa dia cantik. Itu saja. Aku memang tak percaya cinta pada pandangan pertama. Mungkin karena aku tak pernah mengalaminya. Pada perempuan ini pun demikian. Ia cantik, itu benar. Tetapi hanya itu yang mampu menggetarkan rasaku, bukan cintaku. Satu hal yang wajar karena aku laki-laki dewasa, normal, yang sangat terbiasa bergetar hasrat bila melihat perempuan cantik. Kemudian dalam berbagai kesempatan, tiba-tiba aku dihujani kiriman salam. Pikiranku yang cenderung nakal membacanya sebagai isyarat menggoda. Aku terlalu terbiasa membacanya.


Aku mulai ingin tahu lebih banyak tentangnya. Informasi yang semula kuharapkan bisa menjadi bekal untuk menjajaki kemungkinan mengajaknya bersenang-senang ternyata ambyar.

Aku bukan laki-laki yang baik jika ukuran baik itu adalah tidak meniduri perempuan yang bukan istrinya. Teramat sering aku berganti teman kencan. Apalagi aku lajang. Terus terang, kesenangan inilah yang mendorongku untuk mempertahankan kelajanganku. Tetapi demi mendengar kisah tentangnya, aku menjadi berpikir bahwa mungkin, bahkan pasti, perilakuku selama ini telah menyakiti hati banyak perempuan. Seperti juga yang dialami perempuan ini. Aku dengar perempuan ini terlalu sering menelan janji dari banyak lelaki yang teramat gombal menjanjikan perkawinan. Dan aku harus mengakui ternyata masuk kategori yang teramat gombal itu!

Aku lalu berpikir untuk segera mencari dermaga terakhir. Usiaku ternyata semakin menapak. Dan rasanya tiba waktuku untuk membina rumah tangga yang mudah-mudahan lebih kekal ketimbang kesenangan-kesenanganku selama ini.


Aku lelaki gombal. Dan dia perempuan yang sering digombali. Jika kemudian aku memilih dia sebagai teman membina keluarga, mudah-mudahan dia bisa menerima aku apa adanya. Seperti aku akan menerimanya apa adanya. Apalagi, konon katanya, ia pun tengah dalam pencarian yang sama sebagai akhir dari kekecewaan-kekecewaannya. Maka kuberanikan diri untuk menyatakan cinta. Aku tahu, kali ini pasti aku terlihat sangat norak karena tiba-tiba saja untuk perama kalinya aku terbata dan nyaris gagap untuk sekedar mengungkap kata cinta. Tetapi aku menjadi sangat tersanjung karena ternyata ia tak menertawakanku. Ia mengecupku sebagai ungkapan penerimaannya. Bahkan ada air mata!

Percaya atau tidak, sekian bulan berlalu tetapi tak pernah sekalipun kusentuh dia. Entah dengan dirinya, tetapi yang pasti tiap kali keinginan dewasaku menggolak, aku berhasil mencegahnya. Aku tak bisa memperlakukannya seperti perempuan-perempuanku yang dulu. Tak bisa. Aku menabukan itu. Aku takut perilakuku akan menyakitinya jika aku membiarkan kegolakanku.

Maka, pernyataannya itu begitu tiba-tiba bagiku. Aku merasa tak pernah mengecewakannya. Tapi tiba-tiba aku dituduh tak sungguh-sungguh mencintainya dan sekedar kasihan padanya!

Kami melepaskan ikatan pada akhirnya ketika ia bersikukuh dengan pernyataannya tanpa memberi penjelasan mengapa ia berpendapat demikian. Aku pun tak menuntut karena aku takut tak bisa membela diri. Terus terang akupun mulai ragu benarkah cintaku kubangun dari perasaan kasihan.


Sekian waktu berlalu. Dermagaku tak jua kutemukan. Mungkin karena aku tak sungguh-sungguh mencarinya. Dan aku cenderung kembali pada perilaku lama.

Sekarang justru aku yang bertanya, siapa yang sesungguhnya harus dikasihani dan mengasihani. Aku yang tercabik oleh penampikannya yang sama sekali tak kuduga dan tak bisa kuterima atau dia yang entah mengapa berpikir demikian?

Aku hampir melupakannya hingga beberapa jam lalu ketika tiba-tiba kami kembali bersua. Dan tiba-tiba pula kami tergolek bersama. Yang dulu kutabukan pada perempuan ini, kini dapat dengan mudah kulakukan.

*

Ketika aku membuka mata, perempuan itu tengah duduk sembari memandangiku. Ia tersenyum. Cantik sekali. Aku tak sempat terlalu lama membalas tatapannya karena tiba-tiba ia mengecupku mesra. Dan pagi itu kembali kami lakukan. Lepas. Tanpa beban.

"Aku mencintaimu," bisikku.

Jari telunjuknya ditempelkan di bibirku. Dan tak kusiakan.

"Aku tahu kau tak sungguh-sungguh mencintaiku. Kau hanya kasihan padaku."

"Lagi-lagi kalimat itu!" dengusku.

"Kau tak memahami dirimu. Tanyakan lagi ke hatimu, pasti itu jawabannya!"

"Aku mencintamu!" seruku.

"Kau bahkan belum menanyakannya!" Aku bangkit dengan kesal hati. Tapi tangan lembut menggayut pundakku.

"Begitu kasihannya kau padaku sampai-sampai kau tak akan sanggup melakukan kewajibanmu. Kau selalu takut akan menyakitiku. Benar bukan? Aku pun tak mau ini terjadi padamu. Kamu terlalu agung bagiku. Aku tak sanggup melihat kamu…"

"Aku sanggup. Bukankah semalaman, seharian, kita…"

"Kita melakukan bukan atas nama cinta. Tapi karena kamu butuh, aku butuh. Itu saja. Tidak lebih."


Aku memejamkan mata. "Ternyata bukan aku yang membangun rasa kasihan. Tapi kamu. Kamu kasihan padaku yang dulu selalu tak mampu meneruskan."

"Kamu tak mengerti bahwa yang terjadi padamu pun terjadi padaku. Bahwa aku tak akan sanggup melakukan kewajibanku sebagai istri karena aku selalu takut akan mengecewakanmu," desahnya.

Aku membuka mata kembali. "Bukankah semalaman, seharian, kita…"

"Kita melakukan bukan atas nama cinta. Tapi karena kamu butuh, aku butuh. Itu saja. Dan ternyata kita bisa lebih menikmati ketimbang jika kita bertemu sebagai kamu dan aku yang hendak berlabuh bersama."

Aku tak menjawab. Karena pemikirannya begitu rumit untuk kumengerti.

0 comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

My Headlines

Tukar Link

KITA COMMUNITY

Followers

Fartner